Diantara bukti yang menunjukkan adanya keperkasaan Allah swt yang luar biasa adalah yang dapat menghijab engkau dari melihat kepada-Nya dengan hijab yang tidak ada wujudnya di sisi Allah swt.
Bagaimana menyangka Allah swt dapat dihijab oleh sesuatu, padahal Dia yang menzahirkan segala sesuatu.
Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia yang tampak pada segala sesuatu.
Bagaimana mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia yang terlihat dalam tiap sesuatu.
Bagaimana sesuatu dapat ditutup oleh sesuatu, padahal Dia yang tampak pada tiap segala sesuatu. Bagaimana mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia yang ada sebelum ada sesuatu.
Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia yang lebih nyata dari segala sesuatu.
Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia yang Esa. Tidak ada sesuatu apapun di samping-Nya.
Bagaimana akan dapat dihijab oleh sesuatu, padahal Dia yang lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu.
Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, seandainya tidak ada Allah swt niscaya tidak ada segala sesuatu.
Alangkah ajaibnya bagaimana wujud di dalam ‘adam (yang tidak wujud), atau bagaimana sesuatu yang rusak dapat bertahan di samping zat yang bersifat kekal.
Alam ini semuanya gelap gulita sedangkan yang meneranginya adalah karena wujud Allah swt. Pada hakikatnya alam ini tidak wujud, hanya Allah swt yang wujud. Tetapi apa yang terlihat kepada kita adalah alam semata-mata sedangkan Allah swt yang lebih nyata menjadi tersembunyi dari pandangan kita. Allah swt yang menzahirkan segala sesuatu, bagaimana sesuatu itu dapat menghijabkan-Nya. Allah swt yang tampak nyata pada segala sesuatu, bagaimana Dia dapat tersembunyi. Allah swt adalah Maha Esa, tiada sesuatu bersama-Nya, bagaimana Dia dapat dihijab oleh sesuatu yang tidak wujud di samping-Nya.
Hati akan diisi dengan iman (percaya) atau ragu-ragu. Jika Nur Ilahi menyinari hati, maka mata hati akan melihat dengan iman. Seandainya pandangan mata hati tidak bercahayakan Nur Ilahi, maka apa yang dipandangnya akan membawa keraguan dalam bentuk pertanyaan ‘bagaimana’. Pertanyaan ‘bagaimana’ itu merupakan ujian tentang keimanan. Ia dapat memberi rangsangan untuk menambahkan pengetahuan tentang Tuhan. Jika tidak dikawal ia akan mendorong kepada pembahasan yang tidak ada penyelesaian karena bidang ilmu sangat luas, tidak mungkin habis untuk dikupas. Jika kita ikuti pembahasan ilmu, kita akan mati terlebih dahulu sebelum sempat mendapat jawaban yang memuaskan. Oleh karena itu kita harus memberikan garis pembatas kepada ilmu dan memasuki ke dalam iman. Iman menghilangkan keraguan dan tidak perlu bersandar kepada bukti dan dalil-dalil.
Pengalaman hakikat akan menghapuskan pertanyaan ‘bagaimana’. Apabila keraguan datang, ia akan disambut dengan jawaban, “Dengan Dia aku mengenal sifat-Nya, bukan dengan sifat-Nya aku mengenal Dia. Dengan Dia aku mengenal ilmu pengetahuan, bukan dengan pengetahuan aku mengenal Dia. Dengan Dia aku mengenal ma’rifat, bukan dengan ma’rifat aku mengenal Dia”.
Apabila hati sudah diisi dengan iman, pertanyaan ‘bagaimana’ akan menguatkan keinginan untuk memahami Rahasia Ilahi yang menyelubungi alam maya ini. Jika dia tidak mampu memahami sesuatu tentang Rahasia Ilahi itu, maka dia akan tunduk dan mengakui dengan kerendahan hatinya bahwa benteng keteguhan Allah swt tidak mampu dipecahkan oleh makhluk-Nya.