Permulaan dan Tempat Manusia di Alam Semesta (1)


Petunjuk pertama mengenai alam semesta yang mengembang muncul pada tahun 1912 ketika Vesto Slipher mengumumkan bahwa beberapa fuzzy, nebula berbentuk spiral, atau gas awan, telah surut dari Bumi dengan kecepatan cepat. Gerak benda-benda ini mudah terdeteksi dalam spektrum cahaya yang diterima dari objek astronomi. Berdasarkan Efek Doppler, gerakan suatu objek yang membentang memancarkan gelombang cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang atau “lebih merah”, dan mereka muncul di posisi “pergeseran merah” dalam spektrum (lihat Gambar 2.1). Dalam satu dekade, Slipher mengukur empat puluh benda dan menemukan tiga puluh enam “pergeseran merah”.

 

Pada saat itu dipahami bahwa nebula merupakan bagian dari galaksi Bima Sakti, di mana tata surya kita menduduki posisi sentral. Bintang diyakini mempunyai ruang tak terbatas; mereka harus mencegah keruntuhan alam semesta. Selain dari gerakan acak bintang-bintang itu sendiri dan gerakan orbital planet, keseluruhan sistem itu statis, abadi, dan tak terbatas. Sebuah terobosan besar dalam memahami besarnya Bima Sakti dan lokasi kosmik kita muncul pada 1918 ketika Harlow Shapley menggunakan bintang sebagai variabel yang digunakan untuk menentukan bahwa bumi adalah tempat terdekat dari pusat dan bahwa galaksi kita memiliki diameter 300.000 tahun cahaya (gambaran ini kemudian direvisi). Shapley beralasan bahwa nebula harus surut dalam suatu sistem yang sangat besar, dan astronom terkemuka Arthur Eddington pada 1923 menyatakan, “Salah satu masalah yang paling membingungkan dari kosmogoni adalah kecepatan besar dari nebula spiral” (Lightman, 2005:235).

 

Terobosan lain terjadi ketika para astronom menyadari bahwa nebula fuzzy itu pada kenyataannya adalah ekstragalaksi. Pada pertengahan 1920, astronom Edwin Hubble menggunakan bintang sebagai variabel untuk menentukan jarak ke pusat benda-benda, Great Spiral Nebula di Andromeda (lihat Gambar 2.2). Pada 900.000 tahun cahaya (sekarang direvisi menjadi 2,5 juta) itu jauh melampaui galaksi kita, ia juga banyak melakukan pengukuran yang lainnya—“pulau jagad” seperti Bima Sakti itu sendiri. Benda-benda penting sekali sebagai “gambar besar alam semesta”, dan Hubble mulai menentukan jarak ke nebula yang surut. Hasil pertamanya diterbitkan pada 1929 yang menunjukkan hubungan pasti: dengan beberapa pengecualian pergeseran merah, kecepatan, galaksi semakin menjauh karena pertumbuhan yang lebih besar (lihat Gambar 2.3). Meskipun disadarinya bahwa “bahan langka, begitu sulit didistribusikan”, dia berani menyatakan bahwa terdapat korelasi linier yang menyarankan hukum mendasar: kecepatan dari surutnya galaksi adalah berbanding lurus dengan jarak mereka (lihat Gambar 2.4).

 

Diagram ini menyatakan tingkat peningkatan kecepatan universal dengan jarak, seseorang dapat memperkirakan waktu dari galaksi yang telah memisahkan, atau “umur” dari alam semesta. Perkiraan dari waktu ke waktu berkisar antara 10 dan 20 milyar tahun.

 

Beberapa saat sebelum Hubble menyelesaikan makalahnya, perhitungan teoritis juga menyarankan alam semesta yang mengembang. Kerja tersebut terjadi pada 1915 berasal dari teori relativitas umum Einstein yang menghubungkan materi dan energi kepada kesatuan ruang-waktu pada relativitas khusus. Dalam teori gravitasi diperlihatkan perbedaan kekuatan-kekuatan lain; hasil dari kelengkungan ruang-waktu di sekitar massa dan energi. Salah satu deskripsi populer menekankan bagaimana teori radikal mengubah konsepsi kita tentang kosmos:

 

Alam semesta [tidak lagi] suatu bangunan yang kaku dan berubah ketika materi independen bertempat di ruang dan waktu yang independen; melainkan sebaliknya suatu yang tidak berbentuk kontinum, tanpa arsitektur tetap, dan variabel yang terus-menerus menjadi subjek yang mengalami perubahan dan distorsi. Ketika ada materi dan gerak, sifat kontinumnya selalu terganggu. Sama seperti kolam ikan yang senantiasa dikenai gelombang air di sekitarnya, sehingga bintang atau galaksi mendistorsi geometri ruang-waktu melalui pergerakan. (Barnett, 1957:85)

 

Prediksi dari teori itu bahwa gelombang cahaya akan membengkokkan ketika mendekat sebuah obyek yang masif terbukti pada 1919 ketika cahaya bintang-bintang jauh diamati untuk kurva yang mengelilingi matahari selama gerhana total (lihat Gambar 2.5). Banyak astronom kemudian mengamati “lensa gravitasi” yang sama dari cahaya galaksi yang sangat jauh ketika melewati kelompok galaksi yang lebih dekat (lihat Gambar 2.6).

 

Dari persamaan relativitas umum Einstein dan lainnya berhasil dikembangkan model kosmologis. Meskipun ia melihat kemungkinan untuk memperluas model, pengaruh keyakinan bahwa alam semesta statis menghasilkan sebuah gagasan seperti adanya tolakan kosmik atau “anti-gravitasi”, istilah itu ia sebut “konstanta kosmologi” atau “Lambda”. Dia sangat menolak model-model untuk perubahan alam semesta, yang segera diusulkan oleh seorang matematikawan muda Rusia bernama Alexander Friedmann, dan beberapa tahun kemudian oleh seorang fisikawan muda Belgia bernama Georges Lemaitre. Paling signifikan, Lemaitre baru-baru ini menghubungkan teori dengan penemuan pergeseran merah dan posisi ekstragalaksi dari nebula spiral. Dalam makalah utamanya pada 1927, tetapi tidak dipublikasikan, ia menyatakan, “Surutnya kecepatan dari nebula ekstragalaksi adalah efek kosmik dari perluasan alam semesta”, dan ia memprediksikan bahwa hal itu harus menunjukkan korelasi linier dengan jarak (Lightman, 2005:230-45).

 

Tinggalkan komentar