Janji Allah SWT (2)


Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar” (QS. Al-Hujurat: 17).

Kehendak dan perbuatan kita adalah anugerah dari Allah swt. Jadi, apa hak kita untuk menuntut Allah swt dengan doa dan amal. Memang benar Allah swt berjanji untuk mengabulkan semua doa dan mengaruniakan sesuatu menurut amal. Tetapi, tidak ada makhluk-Nya yang layak menagih janji tersebut. Janji Allah swt kembali kepada Diri-Nya sendiri. Jangan coba-coba menuntut janji Allah swt karena seandainya Dia menuntut kamu dengan amanah yang dipertaruhkan kepadamu niscaya semua amalan akan hancur beterbangan seperti debu, tidak ada walau sebesar biji zarah pun yang layak dipersembahkan kepada-Nya apabila kamu dihadapkan kepada keadilan-Nya.

Oleh sebab itu berteduhlah di bawah payung rahmat dan ampunan-Nya, jangan mengungkit-ungkit tentang amal kamu dan janji-Nya. Contohlah akhlak Rasulullah saw yang telah menerima janji Allah swt, yaitu ketika Baginda saw bermimpi memasuki kota Makkah. Kaum muslimin percayabahwa itu adalah janji Allah swt kepada Rasul-Nya, Dia mengijinkan mereka bersama-sama memasuki kota Makkah sekalipun kaum musyrikin Quraisy masih menguasai kota tersebut. kaum muslimin berangkat dari Madinah ke Makkah. Rombongan mereka dihadapan sebelum sampai Makkah. Kaum musyrikin tidak membenarkan kaum muslimin memasuki Makkah. Kejadian dari peristiwa tersebut dikenal dengan Perjanjian Hudaibiah. Rasulullah saw sepakat agar kaum muslimin tidak memasuki Makkah pada tahun itu. Sayyidina Umar al-Khathab ra yakin akan mimpi Rasulullah saw. Beliau juga percaya bahwa mimpi Rasulullah saw itu adalah janji Allah swt yang mengijinkan mereka memasuki kota Makkah. Beliau juga yakin bahwa janji Allah adalah benar maka mereka memasuki Makkah walaupun dengan cara berperang adalah tindakan yang benar. Beliau menganjurkan agar berperang supaya kebenaran mimpin Rasulullah saw dan kebenaran janji Allah swt menjadi kenyataan. Iman Umar ra yang sangat mendalam membuatnya mau maju terus menurut petunjuk yang sampai kepadanya tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri. Sayyidina Abu Bakar as-Siddik yang Nur Sirnya lebih sempurna daripada Nur Sir Umar ra bersikap menyetujui tindakan Rasulullah menandatangani Perjanjian Hudaibiah. Melalui cahaya Nur Sirnya, Abu Bakar dapat menyaksikan apa yang terlindung dari padangan mata hati Umar ra.

Kemudian ternyata perjanjian tersebut banyak memberi manfaat kepada kaum muslimin. Ternyata kebijaksanaan Rasulullah saw menandatangani Perjanjian Hudaibiah dan kebenaran pandangan hati Abu Bakar ra melalui pancaran Nur Sirnya. Sesuai dengan Perjanjian Hudaibiah, pada tahun berikutnya kamu muslimin dapat memasuki kota suci Makkah secara aman. Benarlah apa yang dimimpikan oleh Rasulullah saw dan bernarlah janji Allah swt. Rasulullah saw menerima janji Allah swt sebagai satu karunia yang wajib diyakini dengan cara bertawakal kepada Allah swt dalam pelaksanaannya. Bila terjadi sesuai yang lahiriyahnya menghalangi pelaksanaan janji Allah swt itu Rasulullah saw tidak menagih kepada Allah swt atas janji tersebut, sebaliknya baginda saw mengembalikannya kepada Allah swt. Sebagai balasan terhadap keridhaan menerima takdir Allah swt, maka Allah swt mengaruniakan pula Perjanjian Hudaibiah yang banyak membantu perkembangan dakwah Islam. Allah swt juga tidak sekali-kali melupakan janji-Nya mengijinkan kaum Muslimin menziarahi tanah suci Makkah, dengan rahmat-Nya kaum muslimin memasuki kota Makkah pada tahun berikutnya dalam suasana aman. Jadi, apabila janji Allah swt dikembalikan kepada Allah swt, maka Allah swt melaksanakannya.

Peristiwa di atas memberi pengajaran kepada kita tentang Sir. Sayyidina Abu Bakar as-Siddik melebih sahabat-sahabat yang lain lantaran Sirnya, yaitu Rahasia pada hati nurani yang menghubungkannya dengan Allah swt. Sir yang menguasainya itulah yang menjadikannya as-Siddik. Beliau dapat membenarkan kebenaran Nabi Muhammad saw tanpa protes. Beliau membenarkan peristiwa Isra dan Mi’raj ketika kebanyakan kaum Quraisy menafikannya. Abu Bakar bukanlah seorang dungu yang bertaklid secara membuta. Tetapi, apa yang sampai kepadanya diakui oleh Sirnya yang memperoleh pengesahan dari Allah swt. Cahaya kebenaran yang keluar dari Rasulullah saw dan cahaya kebenaran yang keluar dari Sir Abu Bakar ra adalah sama, sebab itulah Abu Bakar ra membenarkannya tanpa protes dan tanpa meminta bukti. Bukti apa lagi yang diperlukan apabila Sir telah mendapat jawaban dari Allah swt. Sir atau Rahasia Allah swt itulah yang tidak terpisah dari Allah swt; senantiasa menghadap kepada Allah swt dan mendengar Kalam Allah swt. Sir itulah yang mengenal Allah swt.

Kemurnian Sir Abu Bakar ra terbukti lagi ketika wafatnya Rasulullah saw. Umar ra yang dikuasai oleh iman yang sangat kuat melahirkan cinta mendalam terhadap Rasulullah saw, Kekasih Allah swt, dikuasai kecintaan itu, beliau mau memancung kepala siapa saja yang mengatakan Rasulullah saw sudah wafat. Tetapi, Abu Bakar ra yang kecintaannya terhadap Rasulullah saw mengatasi kecintaan Umar ra mampu mengatakan, “Siapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad sudah wafat. Siapa yang menyembah Allah swt, maka Allah swt tidak akan wafat selama-lamanya!” Begitulah murninya cahaya atau nur yang diterima Abu Bakar ra di dalam hatinya yang dipancarkan oleh Sir. Tidak salah jika dikatakan sekiranya mau memahami Sir maka fahamilah diri Sayyidina Abu Bakar as-Siddik ra. Mengenali beliau membuat seseorang mengenali tanda-tanda Sir.

Kalah Hikmah ketujuh ini memberi pannduan untuk memahami hakikat Sir. Tanda seseorang tidak mendapat cahaya Nur Sir ialah dia menagih janji-janji Allah swt kaena dia memaknai maksud janji Allah swt menurut seleranya sendiri. Bagaimana kedudukan kita terhadap janji Allah swt begitulah keadaan hati kita berhubung dengan Rahasia Allah swt atau Sir.

Tinggalkan komentar