Ilmu Riyadhiyyah (Matematika)


  1. 1.    Ilmu Riyadhiyyah (Matematika):

Ilmu ini ada konteknya dengan Ilmu Hitung. Ilmu Hindasah (Geometri) dan Ilmu Bumi Alam. Tiada satupun dari ilmu-ilmu ini yang ada konteknya dengan perkara-perkara agama, baik ditetapkan atau tidak ditetapkan, bahkan ilmu ini hanya merupakan dalil-dalil belaka yang tiada cara lagi untuk mengingkarinya sesudah terlebih dahulu faham dan mengerti secara jelas.

Dari ilmu ini juga lahirlah dua afat (bahaya):

a)   Bahaya pertama:

Siapa saja yang menganalisis ilmu ini pasti dia akan merasa kagum betapa rumit dan sulitnya ilmu ini, di samping itu dia juga merasa kagum terhadap jelasnya dalil atau argumentasinya sehingga sebab kekagumannya itu dia percaya benar terhadap ilmu filsafat lalu dia menduga bahwa semua ilmunya para filosof itu jelas dan dapat dipertanggungjawabkan argumentasinya seperti halnya ilmu ini. Kemudian karena dia mendengar kekufuran mereka serta keatheisan mereka dan kebiasaan mereka menganggap remeh terhadap agama, maka mulutnya menjadi lancang sehingga dia berani mengatakan kufur terhadap taklid makhdi (taklid murni), tambah lagi dia berani berkata: “Andaikan agama itu memang benar-benar hak niscaya agama itu tidak akan samar bagi orang-orang filsafat ini, sebab mereka memiliki pengetahuan yang mendalam dalam ilmu ini. Maka apabila dia sudah tahu—berdasarkan pada pendengaran mereka—kekafiran serta keingkaran mereka terhadap agama, niscaya dia mengambil suatu bukti bahwa yang hak (benar) adalah kekafiran serta pengingkaran terhadap agama itu sendiri.

Beberapa yang sudah anda lihat dari orang yang tersesat dari kebenaran sebab kedudukan ini dan sama sekali dia tidak memiliki pancatan selain ilmunya ini.

Anggaplah misalnya ada seorang yang amat pandai dalam bidang pekerjaan/ karya tertentu, belum tentu dia pandai dalam segala bidang pekerjaan. Seorang yang ahli dalam ilmu fikih dan ilmu kalam belum tentu dia ahli dalam ilmu kedokteran. Seperti halnya orang yang bodoh tentang ilmu metafisika belum tentu dia bodoh tentang ilmu nahwu, bahkan bagi setiap pekerjaan memiliki orang yang ahli di mana dia sudah sampai pada puncak kepandaiannya kendatipun kebodohan dan ketidaktahuan senantiasa dimiliki olehnya dalam bidang-bidang yang lain.

Orang-orang yang baru pertama-tama menyelami ilmu matematika merupakan hal yang sifaynya berisi dengan dalil-dalil, sedangkan orang yang baru pertama kali menyelami dalam ilmu ketuhanan (teologi) dia akan terbentur dengan hal-hal yang sifatnya teka-teki. Tidak akan mengetahui hal itu kecuali orang yang sudah mengadakan eksperimen dan menyelaminya.

Apabila seseorang telah terpaku hatinya mempercayai dan menerima ilmu matematika (riyadhiyyah) maka dia tidak bisa mengelak dari dalil itu, bahkan dia akan terbawa oleh dorongan hawa nafsu dan keinginan untuk dipandang sebagai seorang yang jagoan dan ingin dipandang sebagai orang yang cerdik yang senantiasa berbaik sangka terhadap para filosof yang pasti menguasai segala ilmu.

Tindakan yang seperti ini merupakan kerugian dan bahaya besar, oleh karena itu sudah sewajibnyalah kita melarang atau mencegah setiap orang yang menyelami ilmu itu. Sebab ilmu ini kendatipun tidak berkaitan dengan urusan agama, akan tetapi tatkala seseorang dalam permulaan ilmu mereka sudah berjalan kepada keburukan dan cacat mereka niscara sedikit sekali orang yang menyelami ilmu filsafat itu kecuali dia keluar dan berbalik dari agamanya dan terbebaslah tali kekang takwa dari kepalanya.

b)   Bahaya kedua:

Timbul dari orang yang merasa dirinya tahu tentang Islam, namun sebenarnya dia tidak tahu tentang Islam. Dia mempunyai keyakinan bahwa agama itu haruslah dibela dengan mengingkari terhadap semua ilmu yang masih ada kaitannya kepada golongan filosof, sehingga agama harus tidak mengakui semua ilmu mereka dan menganggap mereka bodoh, sampai-sampai tidak diakuinya pendapat mereka tentang gerhana Matahari dan gerhana Rembulan dan dia mempunyai dugaan kuat bahwa apa yang mereka ucapkan benar-benar bertentangan dengan syara’.

Tatkala hal itu didengar oleh orang yang tahu persis terhadap masalah itu dengan diperkuat oleh dalil yang pasti di mana dia sudah tidak ragu lagi terhadap dalilnya, malah dia sudah punya keyakinan kuat bahwa Agama Islam itu bertengger di atas kebodohan dan pengingkaran terhadap dalil yang pasti, maka akan menambah kecintaannya terhadap golongan filsafat dan menambah kebenciannya kepada Islam. Padahal sudah besar sekali teror dari orang yang menyangka bahwa Islam memang ditopang oleh pengingkarannya terhadap filsafat. Di dalam syara’ sendiri tidak menyinggung sama sekali terhadap ilmu-ilmu ini, dan di dalam ilmu-ilmu ini sama sekali tidak menyinggung perkara-perkara agama.

Adapun sabda Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda kebesaran Allah. Keduanya tidaklah bergerhana karena matinya seseorang dan bukan karena hidupnya seseorang. Bilamana engkau melihat hal itu, maka segeralah engkau ingat kepada Allah dan segeralah shalat”.

Maka jelaslah bahwa di dalam hadits itu tidak terdapat adanya sesuatu pengingkaran terhadap Ilmu Hisab (aristematika) yang bisa dipakai untuk mengetahui perjalanan matahari dan bulan, kumpulnya dua benda tersebut atau saling berhadap-hadapannya dua benda itu menurut cara yang tertentu.

Mengenai ucapan: “Akan tetapi Allah tatkala menampakkan diri-Nya kepada sesuatu, maka sesuatu itu tunduk kepada-Nya”, tidaklah ditemukan di dalam Kitab Ash-Shihah.

Demikian itulah hikmahnya Ilmu Matematika dan bahayanya.

Tinggalkan komentar