Pembicaraan tentang Keberhasilan Ilmu Filsafat


Pembicaraan ini menyangkut Ilmu Filsafat yang perlu dicela dan yang tidak perlu mendapat celaan, Ilmu Filsafat yang dikatakan kufur bagi orang yang berbicara dengannya dan yang tidak dikatakan kufur yang dianggap bid’ah dan yang tidak, dan juga menjelaskan apa yang telah mereka curi dari omongan “Ahli Haq” lalu mereka campur adukkan dengan omongan mereka untuk dikonstruksikan dengan kebatilan mereka, bagaimana caranya melarikan jiwa dari kebenaran itu dan bagaimana caranya membebaskan diri dari pengelola hakikat-hakikat yang benar dan murni dari kemelencengan serta keburukan, yaitu dari sejumlah pembicaraan mereka.

Setelah aku rampung membicarakan Ilmu Kalam, maka sekarang aku membicarakan Ilmu Filsafat. Aku tahu dengan yakin bahwa seorang yang tidak tahu persis terhadap porosnya ilmu itu, maka dia tidak berani mengatakan rusaknya suatu macam ilmu kecuali apabila ia telah memahami benar-benar ilmu tersebut dengan sempurna, paling tidak harus mensejajarkan diri dengan seorang ahli yang paling banyak ilmunya dalam hal pokok-pokok dasar filsafat, kemudian dia mampu mengungguli dan melampaui derajat keilmuannya, sehingga dengan mudah dia bisa menelaah terhadap masalah yang belum pernah ditelaah oleh orang yang memiliki Ilmu Filsafat itu yang terdiri dari yang buruk dan yang jelek, jika sudah demikian keadaannya maka dia sudah sepantasnya apabila tuduhan yang dilontarkan terhadap rusaknya ilmu tertentu bisa diakui sebagai tuduhan yang benar.

Akan tetapi sepanjang penglihatanku, tak seorang pun ulama Islam yang menaruh minat dan perhatiannya kepada hal itu. Di dalam kitab-kitab Ahli Kalam juga tidak aku temui pembicaraan mereka yang mengungkap sanggahan atas Golongan Filsafat, kecuali hanya ada beberapa kalimat yang sulit dimengerti, acak-acakan yang nyata sekali kontradiksi dan cacatnya yang sudah tidak disangsikan lagi pasti mendatangkan kekeliruan bagi orang-orang awam, lebih-lebih terhadap orang yang mengaku telah mempelajari ilmu-ilmu yang sulit.

Akhirnya aku tahu juga bahwa memberi sanggahan terhadap suatu madzhab (aliran) sebelum faham benar dan menelaah kadarnya, berarti dia telah terlempar di dalam ketidaktahuan, oleh karena itu aku menyingsingkan lengan bajuku untuk meraih ilmu tersebut dari berbagai kitab dengan sekadar menelaah tanpa minta bantuan dari seorang guru. Hal demikian itu aku hadapi pada waktu-waktu senggangku dari mengarang dan mengajar ilmu-ilmu syar’i, kala itu aku memang diuji dengan mengajar dan memberifaidah kepada tiga ratus orang siswa di Baghdad.

Dengan hanya mengandalkan menelaah dalam waktu-waktu senggang itu Allah SWT memperlihatkan kepadaku batas optimal dari ilmu-ilmu mereka dalam waktu kurang dari dua tahun, kemudian senantiasa aku berdisiplin untuk berfikir sesudah aku memahaminya, dengan hanya menghabiskan masa satu tahun kurang sedikit aku mengulang-ulangnya serta mengkajinya lagi lalu aku mencari berbagai kesulitan dan kemusykilan yang telah hilang sehingga aku berhasil menemukan keculasan, kesimpang-siuran,  kebenaran dan imajinasi (pengkhayalan) dengan hasil penemuan yang tidak bisa diragukan lagi.

Sekarang dengarkan cerita keberhasilan yang sudah berhasil aku raih dan juga ceritanya buah Ahli-Ahli Filsafat. Sebab aku melihat mereka terbagi menjadi beberapa golongan sedangkan ilmu-ilmu mereka juga terbagi menjadi beberapa bagian. Pada garis besarnya golongan mereka berhak mendapatkan tanda kekufuran dan ilhad (ingkar terhadap agama), kendatipun antara kelompok/ golongan yang terdahulu dan golongan yang dulu, dan antara golongan yang paling akhir dan golongan yang paling awal terdapat jenjang keterpautan yang amat besar dalam masalah dekat dan jauhnya dari kebenaran.

Tinggalkan komentar