Ketika Tidur dan Mengantuk


Hal-hal yang terjadi ketika tidur dan ngantuk adalah hal yang berfaedah. Firman Allah dalam surah Al-Fath ayat 27:

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasulnya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjid Haram. Insya Allah dalam keadaan aman”

Allah berfirman atas lisan Nabi Yusuf as:

“Sesungguhnya aku melihat sebelas bintang” (QS. Yusuf: 4).

Nabi saw bersabda:

“Setelah aku tidak ada lagi kenabian kecuali khabar-khabar gembira yang dilihat dalam mimpin oleh seorang mukmin atau ia diperlihatkan kepadanya”.

Firman Allah:

“Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat” (QS. Yunus: 64).

Sabda Nabi saw:

“Orang yang bermimpin melihat aku, berarti ia benar-benar melihat aku, sebab syaitan tidak akan menyerupai seperti aku”.

Dan menjadi orang-orang yang mengikutiku (mengikuti nabi) dengan cahaya syariat, tariqat, ma’rifat dan hakikat serta pandangan hati (basyirah). Allah berfirman:

“Aku dan orang-orang yang mengikuti-Ku mengajak (kamu) kepada Allah dengan basyirah” (QS. Yusuf: 108).

Syaitan tidak akan mampu menjelma menjadi semua cahaya-cahaya seperti ini, sebagaimana yang dikatakan oleh penyusun Kitab Al-Munzhir: “Syaitan tidak mampu menjelma bukan hanya pada Nabi saw saja, tetapi juga pada setiap saluran hikmat, kasih sayang dan hidayah, seperti para Nabi; para wali, Malaikat, Ka’bah, matahari, bulan, awan putih dan sebagainya, sebab syaitan adalah penyaliran sifat Al-Qahru (Yang Memaksa); ia tidak akan menjelma kecuali pada bentuk nama-nama yang menyesatkan. Orang yang berada pada penjelmaan nama-nama Al-Hadi (Pemberi Petunjuk) tidak akan dapat menjelma dalam penjelmaan Al-Mudhil, karena sesuatu yang berlawanan tidak akan muncul pada lawannya, seperti api dengan air. Api tidak akan beralih rupa menjadi air. Begitu pula sebaliknya, air tidak akan beralih rupa menjadi api, sebab antara air dan api terdapat perbedaan zat yang saling bertolak belakang. Dan Allah membedakan antara Hak dan Batil, antara benar dan salah, sebagaimana firman Allah dalam surah Ar-Ra’d ayat 17:

“Demikianlah Allah memberi perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil”.

Adapun penjelmaan syaitan dengan rupa ketuhanan dan pengakuan ketuhanan, hal itu dapat terjadi karena sifat Allah adalah: Jalal dan Jamal (Agung dan Indah).

Syaitan dapat menjelma dengan sifat Jalal, karena sifat Jalal adalah penjelmaan dari nama Al-Qahru. Dan lahirnya penjelmaan ketuhanan dan pengakuan ketuhanan adalah bersumber dari nama Al-Mudhillu saja. Syaitan menjelma dengan rupa ketuhanan bersumber dari Al-Mudhil saja. Ia tidak akan mampu menjelma dengan penjelmaan nama yang terpadu, karena nama yang terpadu bersumber dari petunjuk.

Dalam hal ini para ahli tariqat mempunyai pembahasan yang sangat luas. Firman Allah: “Dengan penglihatan hati (basyirah) aku dan orang-orang yang mengikutiku (setelahku)”, menunjukkan kepada Mursyid Pewaris Sempurna, yaitu Al-Irsyad. Kalimat “setelahku” dari ayat di atas adalah orang-orang yang mempunyai pandangan batin, seperti pandangan batinku dari satu arah, yaitu orang-orang yang mendapat wilayah-kamilah, yaitu para wali. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam firman Allah: “Waliyyam Mursyida” (pemimpin yang dapat memberi petunjuk) (QS. Al-Kahfi: 17).

Ketahuilah, mimpi itu ada dua macam: 1. Mimpi Afaqi dan 2. Mimpi Anfusi. Masing-masing terbagi dua, anfusi dari akhlak yang terpuji atau akhlak yang tercela, seperti melihat bidadari, istana-istana, pemuda-pemuda pelayan surga, lapangan cahaya yang putih, seperti matahari, bulan, bintang dan sebagainya. Ini semua berkaitan dengan sifat hati.

Adapun yang berkaitan dengan nafsu muthma’innah, seperti bermimpi melihat hewan yang halal dagingnya atau burung-burung; karena kehidupan nafsu muthma’innah di surga bersumber dari jenis-jenis tadi, seperti kambing dan burung-burung.

Adapun sapi maka ia hanya datang dari surga kepada Nabi Adam as untuk bertani di dunia. Unta datang dari surga untuk memperindah Ka’bah yang zahir dan yang batin. Kuda sebagai alat untuk perang kecil dan perang besar. Semua itu adalah untuk akhirat. Nabi saw bersabda:

“Kambing itu diciptakan dari madu surga, sedangkan sapi diciptakan dari za’faran surga. Unta dari cahaya surga. Kuda dari angin surga.

Maka Bighal itu diciptakan dari sifat muthma’innah yang terendah. Bila seseorang bermimpin melihat Bighal, maka ia berarti malas dalam beribadah dan nafsunya berat.

Untuk keberhasilan upaya-upaya ini harus dilakukan dengan taubat dan amal saleh, maka ia akan mendapatkan imbalan yang baik.

Keledai diciptakan dari batu-batu surga. Ia diciptakan untuk keperluan Nabi Adam as dan keturunannya di dunia dalam rangka mencapai darajat akhirat.

Adapun yang berbicara dengan ruh yang merupakan khitab manusia yang sangat elok itu adalah menjelma dari cahaya ketuhanan; karena ahli surga seluruhnya dalam rupa yang sangat indah, sabda Nabi saw:

“Ahli surga adalah elok. Mereka bercelak (memakai sifat mata)”.

Sabda Nabi saw:

“Aku melihat Tuhanku dalam rupa pemuda yang sangat elok”.

Sebagian ulama mengatakan yang dimaksud dengan Hadits ini adalah Tajalli, yaitu Tuhan bertajalli dengan sifat ketuhanan pada cermin ruh yang disebut Tiflul Ma’ani, ia adalah pembimbing jasad dan menjadi perantaraan antara manusia dengan Tuhan.

Imam Ali ra berkata: “Kalau tidak ada bimbingan Tuhanku, aku tidak akan mengenal Tuhanku, bimbingan batin ini ada karena adanya pembimbingan zahir, yaitu ahli talqin, seperti para Nabi, para wali, mereka adalah para penerang hati dan jasad. Bila telah dimbimbing dengan ruh-ruh ini, maka tidak akan terbimbing lagi oleh ruh yang lain, firman Allah:

“Allah mendatangkan ruh atas perintahnya kepada siapa saja yang Ia kehendaki dari hamba-hamba-Nya” (QS. Al-mu’min: 15).

Mencari Mursyid itu wajib untuk mencapai ruh yang menimbulkan hidupnya hati dan mengenal Tuhan. Fahamilah!

Imam Ghazali berkata: “Sebenarnya boleh terjadi seseorang bermimpi melihat Tuhan di waktu tidur dalam rupa yang sangat indah dan ukhrawi”.

Ini berdasarkan ta’wil tersebut tadi. Kata Imam Ghazali pula: “Pembimbing ruh ini adalah sebuah perumpamaan yang diciptakan oleh Allah swt sebanding dengan kesiapan orang yang melihat itu sendiri. Yang terlihat dalam mimpi itu bukan hakikat Zat Allah, karena Zat Allah bersih dari segala rupa”.

Begitu pula melihat Nabi saw, tolok-ukurnya adalah sama. Nabi boleh saja dilihat dalam mimpi dengan rupa yang berbeda-beda sesuai dengan kadar kemampuan yang bermimpi itu sendiri.

Hanya orang-orang yang mendapat sebutan “Pewaris Sempurna”lah yang akan dapat melihat hakikat Nabi Muhammad, yaitu pewaris ilmunya, amalnya, perlakuannya, penglihatan hatinya serta shalat zahir dan batinnya bukan pada keadaan Nabi.

Begitu pula dalam Syarah Muslim dijelaskan: “Melihat Allah dengan rupa manusia dan cahaya itu merupakan ta’wil dan qiyas pada penjelmaan sifat-sifat seperti: Halnya Allah menjelmakan api dari pohon anggur kepada Nabi Musa as dan dari sifat Kalam-Nya”. Allah berfirman: “Apa yang ada pada tanganmu, ya Musa!” Api tersebut adalah cahaya; disebut api karena Nabi Musa as menduga bahwa itu adalah api, sebab pada saat itu beliau sedang mencari-cari api. Manusia tidak mengetahui lagi martabat yang paling rendah daripada kayu. Maka tidak heran kalau terjadi tajalli dengan sifat-sifat Allah pada hakikat kemanusiaan, setelah membersihkan hati. Dari sifat-sifat kehewanan berpindah kepada sifat-sifat kemanusiaan, seperti halnya penjelmaan yang terjadi pada para wali.

Abu Yazid Al-Bustami ra berkata ketika beliau melihat sebuah tajalli: “Maha suci aku, betapa agungnya aku”. Sayyid Al-Junaid ra berkata: “Di dalam jubahku tidak ada selain Allah”. Dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Dalam maqam ini terdapat rahasia-rahasia yang luar biasa bagi ahli tasawuf yang sangat panjang lebar penjelasannya.

Dalam bimbingan ruhani selalu ada keserasian. Orang yang di tingkat dasar tidak mempunyai keserasian antara dia dengan Allah dan antara dia dengan Nabinya; maka ia harus berada di bawah bimbingan orang yang telah mendapat bimbingan Allah. Orang di tingkat dasar hanya mempunyai keserasian dengan seorang wali, karena keserasian pada segi sama-sama manusia. Seperti halnya Nabi Muhammad saw di saat hidupnya. Di saat Nabi hidup di dunia manusia tidak memerlukan bimbingan orang lain, tetapi setelah beliau berpindah ke alam akhirat, maka ruh putuslah sifat keterkaitan dan beliau berada pada maqam Tajarrud Murni.

Begitu pula para aulia yang sudah terkait di akhirat, mereka tidak akan memberikan keirsyadan pada tujuannya (tidak langsung membimbing manusia lagi). Fahamilah: kalau engkau seorang ahli pemahaman. Kalau kamu tidak mampu memahami, carilah kefahamannya dengan riyadhah, untuk mencari cahaya yang akan meliputi nafsu kegelapan, kaerna pemahaman seperti ini hanya dapat dihasilkan dengan cahaya, bukan dengan lawan cahaya; karena cahaya akan datang dari tempat yang terhias dan memancar. Oleh karena itu orang yang di tingkat dasar tidak akan memiliki keserasian.

Adapun orang yang telah mencapai darajat kewalian di waktu hidup, maka ia memiliki keserasian dari dua sudut: Pertama: Ta’liqiyah (keterkaitan, dan Kedua: Tajridiyah (menyendiri dari sisi pewaris sempurna).

Maka ia mendapatkan wilayah di waktu hidup dengan wilayah ubudiyah nabawiyah dari Nabi Muhammad saw dan ia menyebarluaskannya di kalangan manusia. Fahamilah! Di belakang semua ini ada rahasia yang dalam yang dapat ditemukan hanya oleh ahlinya, firman Allah:

“Keagungan itu hanyalah bagi Allah, dan Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min” (QS. Al-Munafiqun: 8).

Adapun bimbingan arwah adalah Ruh Jismani membimbing pada jaad. Ruh Rowani membimbing di dalam hati. Ruh Sultani membimbing di dalam mata hati. Ruh Al-Qudsi membimbing sirri yang merupakan perantaraan antara manusia dengan Allah; dan sebagai penterjemah dari Allah kepada makhluk, karena Ruh Al-Qudsi adalah keluarga Allah dan Mahram-Nya.

Adapun mimpi yang muncul dari akhlak tercela bersumber dari nafsu Amarah, Lawwamah, dan Mulhimah. Semua ini akan terlihat dalam mimpim berbentuk binatang buas, seperti: macan (harimau), singa, serigala, beruang, anjing, babi, dan sebagainya; seperti kelinci, musang, kucing, alap-alap; dan binatang-binatang yang menyakiti seperti ular, kalajengking, tawon dan sebagainya. Sifat-sifat tercela ini merupakan sifat-sifat yang dijaga dan dijauhkan dari perjalanan ruh.

Harimau melambangkan sifat ujub, yaitu sombong kepada Allah merasa bsar diri di harapan Allah. Firman Allah:

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadap-Nya, sekali-kali bagi mereka tidak akan dibukakan pintu-pintu langit dan tidak pula mereka masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum” (QS. Al-A’raf: 40).

Begitu pula balasan bagi orang yang berbuat sombong kepada manusia. Singa melambangkan sifat sombong dan mengagung-agungkan diri pada manusia lain. Beruang melambangkan sifat pemarah dan selalu ingin mengalahkan orang yang di bawahnya. Serigala melambangkan sifat suka memakan barang yang haram. Anjing melambangkan sifat hubbud dunia (cinta dunia), memaksa dan marah karena urusan duniawi. Babi melambangkan sifat dendam, dengki, tamak dan mengikuti keinginan syahwat. Kelinci melambangkan sifat suka berhelah dan tipu daya dalam pengamalan urusan duniawi.

Musang seperti halnya kelinci, tetapi musang biasanya lebih banyak lupanya. Alap-alap melambangkan kecurigaan yang didasari oleh kebodohan dan mencintai kedudukan dan keagungan. Kucing melambangkan sifat kikiir dan munafik. Ular melambangkan sifat menyakiti orang lain dengan lisan seperti marah dan menjelek-jelekkan orang lain dan bohong. Juga terlihat di dalam mimpinya hewan-hewan buas yang man’nawi secara hakiki, itu semua dapat diketahui oleh ahlinya dengan pandangan hati.

Kalajengking melambangkan sifat suka berisyarat dengan kedipan mata, menakut-nakuti dan mengadu-adu. Tawon melambangkan sifat suka menyakiti orang lain dengan lisan secara samar (sindiran); bahkan terkadang ular pun menunjukkan permusuhan dengan manusia.

Bila seorang salik bermimpi memerangi binatang-binatang tadi dan ia tidak mampu mengalahkan, berarti ia harus meningkatkan perjuangannya dengan ibadah dan zikir, sehingga ia mampu mengalahkan sifat-sifat kebinatangan tadi dan melumpuhkannya, bahkan menghancurkan; dan menggantikannya dengan sifat-sifat manusia. Jika ia mampu menghancurkannya secara total, berarti ia sudah meninggalkan keburukan-keburukan secara total. Firman Allah tentang hak seorang ahli taubat:

“Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka” (QS. Muhammad: 2).

Dan bilamana seorang salik bermimpi melihat binatang-binatang tadi berubah wujud menjadi manusia, ini menunjukkan bahwa keburukannya telah diganti dengan kebaikan. Sesuai dengan firman Allah tentang hak-hak orang yang taubat:

“Dan orang-orang yang taubat, beirman dan beramal saleh, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan” (QS. Al-Furqan: 70).

Yang berarti dia sudah lepas dari sifat-sifat yang menyakitkan. Dan bilamana seseorang sudah mencapai maqam ini, maka ia tidak boleh lengah, sebab terkadang kekuatan nafsu akan muncul kembali; bahkan terkadang menghancurkan nafsu muth’mainnah. Oleh karena itu Allah memerintahkan agar seseorang hamba menjauhi hal-hal yang dilarang dalam seluruh waktu, selama manusia hidup di dunia. Terkadang Nafsu Amarah terlihat di dalam mimpi dengan rupa orang-orang kafir. Nafsu Lawwamah dengan rupa seorang Yahudi. Nafsu Muthma’innah dengan rupa seorang Nasrani atau seorang ahli bid’ah.

Tinggalkan komentar