Kekuatan Takdir (2)


Semua perkara—atau apapun istilahnya—merupakan ketentuan Allah swt. Apa yang kita istilahkan dengan perjuangan, ikhtiar, doa, karamah, mukjizat, dan lain sebagainya semuanya adalah ketentuan Allah swt. takdir melingkupi semuanya dan tidak ada sebesar atom pun yang mampu menembus benteng takdir. Perjuangan dan ikhtiar tidak akan terjadi melainkan telah berada dalam takdir. Tidak berdoa orang yang berdoa melainkan berdoa itu adalah takdir yang sesuai dengan ketentuan Allah swt untuknya. Perkara yang didoakan juga tidak dapat lari dari ketentuan Allah swt. Tidak berlaku kekaramahan dan kemukjizatan melainkan keduanya adalah takdir yang tidak menyimpang dari kekuasaan Allah swt. Tidak satu hirup nafas atau satu denyutan nadi melainkan adalah takdir yang merealisasikan ketentuan Allah swt pada masa azali.

إِنَّا لِلهِ وَاِنَّ إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

“Kami berasal dari Allah dan kepada Allah kami kembali.”

Semua perkara berasal dari Allah swt atau Dia yang menciptakan ketentuan tanpa campur tangan siapapun. Semua perkara kembali kepada-Nya karena Dia-lah yang memastikan hukum ketentuan-Nya terlaksana tanpa siapapun mampu menghindarinya.

Apabila sudah difahami bahwa usaha, ikhtiar, penyerahan diri dan semuanya adalah takdir yang sesuai ketentuan Allah swt, maka seseorang itu tidak lagi merasa bingung. Ikhtiar dan berserah diri sama-sama berada di dalam takdir. Jika seseorang menyadari maqam asbab atau tajrid maka dia hanya perlu bertindak sesuai dengan maqamnya. Ahli asbab perlu berusaha dengan gigih menurut keadaan hukum sebab-akibat. Apapun hasil yang muncul dari usahanya dapat diterima dengan senang hati karena dia tahu bahwa hasil itu adalah takdir Allah swt. Jika hasilnya baik, dia akan bersyukur karena dia tahu bahwa kebaikan itu berasal dari Allah swt. Karena jika tidak ada ketentuan yang baik untuknya, niscaya dia tidak mungkin mendapat kebaikan. Jika hasil yang buruk menimpanya, dia akan bersadar karena dia tahu apa yang menimpanya itu adalah sesuai ketentuan Allah bukan tunduk kepada usaha dan ikhtiarnya. Walaupun hasil yang sesuai dengan keinginan menimpanya, tetapi usaha yang dilakukannya tetap diberi pahala dan keberkahan oleh Allah swt jika dia bersabar dan ridha dengan takdir yang menimpanya itu.

Ahli tajrid hendaknya ridha dengan suasana kehidupannya dan tetap yakin dengan jaminan Allah swt. Dia tidak harus marah jika terjadi kekurangan rizki atau kesusahan menimpanya. Suasana kehidupannya adalah takdir yang sesuai dengan apa yang Allah swt tentukan. Rizki yang diterimanya juga merupakan ketentuan Allah swt. Jika terjadi kekurangan atau kesusahan maka ia juga merupakan takdir yang ditentukan Allah swt. Begitu juga jika terjadi keberkahan pada dirinya dia harus meyakini sebagai takdir yang menjadi bagiannya.

Persoalan takdir terkait erat dengan persoalan hakikat. Hakikat mengerucutkan pandangan dari yang kompleks kepada yang satu (substansi). Perhatikan satu biji benih kacang. Setelah di tanam, benih yang kecil itu akan tumbuh dengan sempurna, menghasilkan banyak buah kacang. Buah kacang tersebut dijadikan pula benih untuk menumbuhkan pokok-pokok kacang yang lain. Begitulah seterusnya sehingga kacang yang semula dari satu biji menjadi jutaan kacang. Kacang yang jutaan tidak ada bedanya dengan kacang yang pertama. Benih kacang yang pertama itu bukan saja mampu untuk menjadi sebatang pohon kacang, malah ia mampu menghasilkan semua generasi kacang sehingga hari kiamat. Ia hanya menghasilkan kacang, bukan benda yang lain.

Kajian akan dapat menghasilkan bahwa semua kacang memunyai zat yang sama, yaitu zat kacang. Zat kacang pada benih pertama serupa dengan zat kacang pada yang ke sejuta, malah ia adalah zat yang sama atau yang satu. Zat kacang yang satu itulah yang “bergerak” pada semua kacang, memastikan bahwa kacang akan menjadi kacang, bukan menjadi benda yang lain. Walaupun diakui wujud zat kacang mengawali pada pertumbuhannya, namun zat kacang itu tidak mungkin ditemui pada semua kacang. Ia tidak berupa dan tidak mendiami semua kacang, tetapi ia tidak terpisah dengan semua kacang. Tanpanya tidak mungkin ada wujud kacang. Zat kacang ini dinamakan “Hakikat Kacang”. Ia adalah kekuasaan Tuhan yang menentukan dan mengawal seluruh pertumbuhan kacang dari awal sampai akhir, sampai hari kiamat. Hakikat Kacang inilah ketetapan Allah swt yang Dia tentukan untuk semua kejadian kacang. Apa saja yang dikuasai Hakikat Kacang tidak ada pilihan kecuali menjadi kacang.

Kekuasaan Allah swt yang menetapkan dan mengawal wujud keturunan manusia dinamakan “Hakikat Manusia” atau “Hakikat Insan”. Allah swt menciptakan manusia yang pertama, yaitu Adam as menurut Hakikat Insan yang ada pada sisi-Nya. Pada penciptaan Adam as telah disimpan potensi dan upaya untuk melahirkan semua keturunan manusia sampai har kiamat. Manusia akan tetap melahirkan manusia karena hakikat yang menguasainya adalah Hakikat Manusia.

Pada Hakikat Manusia itu terdapat hakikat yang menguasai individu manusia dan hubungannya dengan segala kejadian alam yang lain. Seorang manusia yang berhakikatkan “Hakikat Nabi” pasti menjadi Nabi. Seorang manusia yang berhakikatkan “Hakikat Wali” pasti akan menjadi wali. Ketentuan Allah swt atau hakikat itu menguasai ruh yang berkaitan dengannya. Ruh bekerja memperlihatkan segala ketentuan yang ada dengan hakikat yang menguasainya. Kerja ruh adalah menjalankan ketentuan Allah swt, yaitu menyatakan hakikat yang ada pada sisi Allah swt.

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (QS. Al-Isra: 85).

Kekuasaan Allah swt menguasai ruh dan hal itu memperlihatkan ketentuan-Nya sejak masa azali. Allah swt telah menentukan hakikat sesuatu sejak azali. Tidak ada perubahan pada ketentuan Allah swt. Segala sesuatu dikawal oleh hakikat pada sisi Allah swt. Untuk tidak bisa meminta menjadi kambing. Monyet tidak bisa meminta menjadi manusia. Manusia tidak bisa menjadi malaikat. Segala ketentuan telah diputuskan Allah swt.

Tinggalkan komentar