Muqaddimah dari Pengarang


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah, yang dengan puji-Nya terbukalah semua  pintu risalah dan makalah, shalawat beserta salam semoga mengalir deras atas junjungan kita Nabi besar Muhammad Sang pilihan dan Sang pemilik nubuwwah serta risalah, dan juga kepada seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah menghantarkan manusia dari jalan yang sesat menuju jalan yang benar.

Wahai saudaraku seagama, anda telah meminta kepadaku supaya aku mengurangi puncak dari berbagai ilmu beserta rahasia-rahasianya, dan tentang berbagai madzhab yang seringkali membingungkan fikiran.

Dan aka aku ceritakan kepada anda tentang:

–       Kesulitan-kesulitan dalam upaya memurnikan perkara yang haq (benar) dari celah-celah kekacauan berbagai golongan yang disertai kontradiksinya beberapa cara dan metoda.

–       Keberanianku mengangkat dari dasar taqlid (ikut-ikutan) menuju kepada ketinggian istibshar (mengenali sesuatu dengan analisa).

–       Apa yang telah aku giring pertama kali “ilmu kalam”, kedua apa yang telah aku muat dari teori ahli ta’lim yang memiliki pemikiran sempit untuk mengetahui pengerrtian haq (kebenaran) dalam bertaqlid kepada Sang imam, ketiga tentang cara-cara kaum filsafat dalam menggunakan filsafatnya, dan yang terakhir adalah apa yang sangat disukai tentang cara-cara kehidupan yang ditempuh oleh kaum sufi.

–       Apa yang telah berhasil aku urai dalam memperkuat penyelidikanku tentang berbagai pendapat publik dari intinya kebenaran.

–       Apa yang menyebabkanku tidak mau menyebarkan ilmu di Baghdad padahal siswanyab banyak.

–       Dan faktor yang mendorongku untuk kembali pulang ke Naisabur sesudah sekian lama aku tinggalkan.

Maka semua permintaan anda aku bergegas menjawabnya, sesudah aku tahu persis akan ketulusan kecintaan anda.

Kemudian dalam memenuhi permintaan serta menjawab pertanyaan-pertanyaan anda itu, aku perlu minta pertolongan Allah dan berserah diri kepada-Nya guna mendapat taufik dan mendapat perlindungan-Nya.

Ketahuilah, semoga Allah Yang Maha Tinggi menambah bagusnya petunjuk yang telah Dia berikan kepadamu, dan semoga Dia melunakkan hati sanubarimu agar mau menerima sesuatu yang hak.

Sesungguhnya perbedaan makhluk dalam masalah agama, kemudian perbedaan bangsa dalam segi alirannya karena banyak firqah (golongan) serta kontradiksinya metoda merupakan lautan yang amat dalam yang dapat menenggelamkan banyak manusia dan tak ada yang berhasil selamat kecuali beberapa gelintir orang saja, dan sudah bisa dipastikan bahwa tiap-tiap golongan atau kelompok punya dugaan kuat bahwa kelompoknya itulah yang selamat, seperti pernyataan Allah yang tertera dalam Al-Quran:

“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada di sisi mereka (masing-masing)”. (Al-Mu’minun: 53).

Hal yang demikian itu telah pula dijanjikan kepada kita oleh junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dalam sabdanya:

“Ummatku akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, sedangkan yang selamat hanya satu golongan”. (Al-Hadits).

Hampir saja apa yang telah dijanjikan kita itu terwujud dan senantiasa ada pada usia mudaku, yaitu ketika aku menginjak usia remaja sebelum meningkat kepada usia dua puluh tahun sampai sekarang.

Dan ketika usiaku sudah mencapai lima puluh tahun lebih, aku mengarungi intinya lautan yang dalam lalu aku menyelam ke dalamnya bukanlah seperti seorang pengecut yang sangat penakut, tetapi aku menelusuri setiap sisi yang amat gelap dan aku serang setiap ada rintangan kemusykilan, aku hamburkan diriku pada setiap tanah berlumpur, dan saya memeriksa setiap akidah masing-masing golongan.

Semuanya itu aku lakukan demi mengetahui dan menyingkap berbagai rahasia madzhab setiap kelompok supaya nantinya aku bisa membedakan antara yang terhapus dan yang yang tak terpakai, antara yang berdasarkan sunnah dan yang hanya berdasarkan bid’ah, dan setiap aku bertemu dengan ahli kebatinan maka aku senang untuk meneliti sampai pada kepercayaan kebatinannya, dan juga ketika berpapasan dengan ahli zahir, akupun kepingin mengorek keberhasilan faham itu. Demikian pula jika aku berjumpa dengan seorang ahli filsafat niscara aku berkeinginan untuk mengetahui secara mendalam tentang fan filsafatnya, begitu pula jika bertemu dengan seorang ahli Kalam (ahli ilmu teologi) maka aku uji dan aku selidiki secara mendalam pada pokok-pokok ajarannya serta berdebat dengannya. Dan apabila bertemu dengan seorang ahli tasauf, maka aku telusuri inti dan berbagai rahasia tasaufnya. Apabila bertemu dengan seorang ahli ibadah (Muta’abbid) niscara meneliti apa tujuan akhir dari keberhasilan ibadahnya. Dan jika berjumpa dengan seorang zindiq yang atheis, maka aku menelusup dibaliknya untuk mengetahui latar belakang yang menyebabkan keberaniannya dalam kekafiran serta kezindikannya.

Menghadapi masalah-masalah seperti itu benar-benar sudah merupakan kegemaranku sejak aku kecil, yaitu menyelidiki dan membuat perbandingan guna menemukan berbagai hakikat. Dan hal itu sekaligus merupakan bakat pembawaanku sebagai fitrah yang telah dianugerahkan Allah pada perangaiku, dan bukannya hasil usaha dan jerih payahku sendiri. Sehingga pada akhirnya tertukarlah segala ikatan taklid dan berantakanlah berbagai akidah warisan yang ada padaku pada usiaku yang masih muda. Sebab saya telah melihat bahwa anak-anak Kristen tidaklah hidup kecuali mengikut kekristenannya, dan anak-anak Yahudi juga tidaklah hidup melainkan mengikuti ajaran Yahudinya, demikian pula anak-anak Islam tidaklah tumbuh kecuali menganut ajaran Islam, dan saya telah mendengar sebuah hadits yang diceritakan dari Rasulullah SAW dimana beliau bersabda:

“Setiap anak dilahirkan dalam fitrah Islam, hanya ibu bapaknyalah yang mencetak mereka menjadi Yahudi, Nasrani, dan Majusi”.

Maka tergeraklah hatiku untuk memperoleh hakikat fitrah yang asli itu dan hakikat kepercayaan-kepercayaan yang berada dari orang tua dan para guru. Sedangkan membedakan antara berbagai taklid ini dan beberapa permulaannya memerlukan beberapa bahan kajia dan dalam menentukan apa yang benar dengan yang batil dari beberapa taklid itu terdapat beberapa perbedaan dan perselisihan pikiran. Oleh karena itu aku berkata kepada diriku sendiri: “Pertama-tama sasaran yang aku cari adalah mengetahui tentang beberapa hakikat perkara, sehingga aku harus mencari apa hakikat ilmu yang sebenarnya itu? Kemudian berhasil aku temukan bahwa Ilmu Yakin-lah yang dapat menyibak perkara yang sudah diketahui (ma’lum) yang sama sekali tidak meninggalkan keraguan, tidak dibarengi dengan kemungkinan salah dan terlepas dari campuran khayalan yang tidak dapat diterima oleh fikiran sehat. Dan hati tidak mampu mengira-ngirakan hal itu, bahkan keamanan dari kekeliruan sudah seyogyanya bila berbarengan dengan yakin dengan suatu perbandingan andaikata saha ada orang yang berani menyatakan kesalahan—umpamanya saja—seorang telah berhasil merubah batu menjadi emas dan tongkat menjadi seekor ular naga, niscara hal itu semua tidak menimbulkan sedikitpun keraguan serta ketidakpercayaanku. Sebab aku sudah tahu bahwa sepuluh itu lebih banyak dari pada tiga. Dan andaikan saja terdapat seseorang yang berkata, “Tidak, tetapi tiga bilangan yang lebih banyak daripada sepuluh berdasarkan bukti bahwa saya bisa merubah tongakt menjadi ular dan aku juga menyaksikannya, maka aku tidak lalu menjadi ragu-ragu karena aku juga tidak menjadi kagum atas bagaimana caranya dia memiliki kemampuan atas hal itu.

Adapun keraguan terhadapa apa yang telah menjadi pengetahuanku maka itu tidak mungkin terjadi, sebab segala sesuatu yang tidak aku ketahui dan tidak aku yakini dalam segi ini berarti dia merupakan ilmu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sekaligus tidak bisa dijamin keamanannya, padahal setiap ilmu yang tidak bisa dijamin keamanannya tidaklah bisa dikatakan Ilmu Yakin.

Tinggalkan komentar